Sabtu, 16 Juni 2012
Keesokan harinya, kami disambut oleh
kicauan burung dan pancaran sang mentari yang menghangatkan tubuh kami.
Tak lama setelah kami bangun, kami berniat untuk melanjutkan perjalanan.
Kami sempat mengadakan super trap dadakan dengan target utama para
pendaki yang melintasi tempat ngecamp kami.
Udara gunung di pagi hari lumayan menusuk. Namun sempat beberapa
saat cekikan dingin Pangrango lenyap seketika oleh panasnya air sungai yang kami
lewati. Suhunya hampir 80 derajat. Sumber air
panas sedikit berbahaya. licin, dan panas. Berpegangan pada kabel-kabel adalah
pilihan satu-satunya. Setelah melewati aliran air panas diatas batu-batu licin
itu, kami beristirahat. Disana
kami berhenti sejenak untuk menikmati nasi uduk yang dijajakan oleh penduduk
sekitar. Ketika makan nasi uduk teman kami berinisial APA digombali oleh orang
aneh pendaki juga untung saja ada superhero datang yang berinisial MWSU untuk
menyelamatkan APA. (Wow so sweet yah!) Tak terlalu jauh
dari air panas terdapat tempat camp yang disebut Kandang Batu. Terlihat puncak Pangrango memanggil-manggil di balik kabut tipis.
Lalu kami melanjutkan perjalanan menuju kandang badak.
Lega rasanya siang itu kami tiba di Kandang Badak. Setelah sampai di kandang badak,
kami beristirahat sejenak untuk menikmati snack yang kami bawa juga mengisi
botol-botol kosong dengan air bersih. Tak lama kemudian, kami langsung
melanjutkan perjalanan. Jalur setelah itu bertambah sulit untuk rintangan kepala, namun
untuk jalur kaki lumayan menyenangkan. Tidak ada jalur batu lagi. Namun kami
harus banyak memanjat lagi. Di pertengahan jalan, kami istirahat sejenak untuk makan siang dan
menunaikan shalat zuhur. Beberapa teman serta kakak pembina
kami langsung memasak sesuai menu yang telah ditentukan, yaitu dengan tumis labusiem dan teri
kacang. Tadinya mau makan tahu tetapi sepertinya tahunya dimakan musang saat
ngecamp pertama. Hhft.. setelah makan siang, kamipun melanjutkan perjalanan
menuju puncak Pangrango. (y)
Jalan menuju puncak Pangrango semakin ke
atas semakin terjal. Hutan Pangrango memang lebat dan agak
gelap. Banyak pohon tumbang melintang yang harus kami lalui. Jalurnya pun
lumayan menguras tenaga. Menanjak dan sesekali harus sedikit memanjat akar-akaran. Ada yang kakinya slip
di batu dan ada juga yang anklenya sakit. Membengkak sedikit, dan membuat
perjalanan sedikit lebih lama. Jalurnya sangat menantang, pohon disana-sini,
menghalangi jalan, tak jarang kami harus berjongkok, membungkuk, melompat
pelan, dan memanjatnya. Cukup menguras tenaga memang. Tapi
puncak Pangrango dan lembah Mandalawangi yang menjadi impian kami seolah
berteriak, “Take a rest if you must but never quit!”. Di
sini hutannya memang terjaga. Rindang dan nyaman. Itu kesan kami. Pelajaran
berharga dalam mengatur ritme berjalan kami dapat dari Kak Endri. Berjalan di
belakangnya dan mengikuti langkahnya membuat kami dengan sendirinya mengatur
ritme berjalan, nafas, dan istirahat. Terima kasih, Kak… ^_^
Setelah melewati perjalanan yang cukup
berat, sekitar pukul 18.00 tibalah kami di puncak Pangrango. Tidak disangka
kami berada di ketinggian 3019 mdpl. Perjuangan ke puncak Pangrango
menakjubkan. Dari puncak Pangrango kami dapat melihat kawah Gede dan gigiran
kawah jalur menuju puncaknya. Sungguh indah! Cakrawala ufuk barat berselimutkan
awan dan bertabur warna senja. Indah! Tak bisa kami lukiskan kebahagiaan yang
menyusup di hati kami ketika melihat tugu puncak Pangrango. Dalam beberapa
pendakian, inilah pendakian pertama kami dimana kami berhasil menginjakkan kaki
di puncak gunung. Puncak Pangrango tidak seperti puncak gunung kebanyakan yang
memiliki medan datar beberapa meter saja.
Di puncak Pangrango ini kita bahkan bisa
membuat camp tanpa khawatir diserang angin kencang sebab banyak pohon tumbuh. Tak
berapa lama kemudian teman yang lain pun sampai di puncak. Ya, kami terpecah
menjadi dua tim dalam perjalanan menuju puncak. Setelah semua teman sampai,
kami segera membangun tenda karena banyak yang sudah tidak kuat menahan dingin.
Sementara beberapa teman mendirikan tenda, kami menikmati keindahan alam di
puncak Pangrango ini. Kami speechless. Kami duduk sebentar,
menikmati kabut, pohon cantigi, dan gerombolan edelweis. Sembari melihat
matahari terbenam. Tapi sayang sekali, kami hanya bisa melihat bayangannya
dikarenakan tertutup awan & gunung Gede.
Setelah tendanya jadi, kamipun segera
masuk ke dalam tenda karena udara benar-benar dingin. Lalu, kami segera
menyalakan kompor di dalam tenda agar suhu di dalam tenda menjadi hangat.
Setelah itu, kami memasak coklat hangat dan rawon untuk mengisi perut yang
sejak sore sudah keroncongan. Dan akhirnya kami makan & minum segelas
coklat hangat sambil melepas senja. Kami berencana keluar dari tenda setelah
makan untuk melihat taburan bintang, dan sinar rembulan di malam yang
sunyi itu. Tapi sayang sekali lagi lagi kami belum beruntung. Karena cuaca di
malam itu mendung. Kami sedikit menyesal, tapi mungkin belum saatnya kami bisa
melihat taburan bintang dan sinar rembulan di malam itu. Mungkin lain kali.
Semoga saja. Lelah
telah menggelayuti tubuh kami. Sekitar pukul 21.00, kami segera tidur ditemani
suara angin yang meniup pohon-pohon (suaranya seperti mobil yang sedang melaju
kencang) dan dinginnya puncak Pangrango di malam hari.
to be continued....
to be continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar