Created by:
Pandini Putri Anggraeni, Amalia
Pradipta Arsyad, Ummaymatul Anin, Nadiah Agustin, M. Rizqi Ghiffari, Rizaldi
Dwi Septianto, dan
M. Wildan Satrio Utomo
Jumat, 15 Juni 2012
Pagi
itu, sekitar pukul 09.00 Pandini Putri Anggraeni, Amalia Pradipta Arsyad,
Ummaymatul Anin, Nadiah Agustin, M. Rizqi Ghiffari, Rizaldi Dwi Septianto, M.
Wildan Satrio Utomo, dan Nurul Gamal, serta kakak pembina kami Endri Siswanto berencana
mendaki gunung. Mereka sibuk mempacking berbagai macam barang ke dalam tas carrier mereka yang rata-rata tingginya hampir
satu meter. Kali ini kami akan melakukan pendakian di Gunung
Pangrango yang terletak di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cianjur,
Cibodas, Jawa Barat. Wow! Lumayan jauh ya.
Awalnya
kami harus melakukan administrasi untuk pendaftaran. Karena zaman udah modern
dan teknologinya lebih canggih, jadi kami tidak perlu datang langsung ke tempat
pendaftaran tapi hanya perlu online yang sebenarnya lebih rumit. Kami melakukan
itu sendiri tanpa campur tangan kakak pembina. Dari mulai pendaftaran, kami
menyiapkan surat izin disertai fotokopi KTP orangtua dan juga melakukan pentransferan
uang ke rekening Bank BNI Cabang Cipanas atas nama Balai Besar TNGGP (pnbp).
Hingga hari keberangkatan, kami
berkumpul di depan salah satu supermarket di dekat sekolah kami. Kami
berangkat menaiki angkutan umum 61 sampai Cilandak lalu kami menaiki
koantas bima jurusan terminal kampung rambutan. Sesampainya
di Kampung Rambutan, kami langsung naik bis biasa menuju Cibodas. Suasana dalam
bis sangat sumpek, panas, dan bising. Tapi suasana itu menjadi daya tarik
tersendiri bagi kami. Tak henti-hentinya kami senyum-senyum sendiri
mendengarkan teriakan para pedagang asongan yang lalu lalang menjajakan
dagangan mereka. “Air air air mijon mijon yang haus, pokari dingin pokarimas
(emang ada ya pokarimas?).” Seorang bapak-bapak gendut dan botak berteriak
dengan kolokasi yang ngawur seraya mengangkat box berisi berbagai macam
minuman. Dari arah yang berlawanan seorang ibu dengan tas pinggang lusuh tak
mau kalah lantang mempromosikan barangnya. Ada juga pengamen yang meminta
imbalan secara paksa kepada penumpang. Sialnya, yang paling dipaksa itu kami
sampai-sampai kami terdiam tanpa kata karena takut dengan pengamen tersebut. Beruntung
pengamen tersebut langsung turun dari bis yang kami naiki. Tak
terasa telah berjam-jam kami duduk di dalam gerbong tua itu. Perut pun sudah
mulai minta isi.
Empat jam kemudian...
Kami sampai di pemberhentian bis dan
langsung menyarter sebuah angkot kuning menuju gedung information centre yang
ada di kaki gunung. Waktu yang kami tempuh hanya 15 menit saja. Turun dari
angkot, kami di sambut oleh dinginnya udara pegunungan Cibodas. Tapi itu tak
menyurutkan semangat kami untuk mendaki Pangrango yang sudah di depan mata.
Sesampainya di Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango (TNGGP), kami langsung menuju ke gedung information centre untuk
administrasi ulang, walaupun sedikit mengalami permasalahan yang menghabiskan
waktu kami, akhirnya pengurusan administrasi selesai juga. Di
dekat pintu masuk terdapat posko yang mengurusi perizinan. Semua pengunjung
diwajibkan melapor terlebih dahulu sebelum maupun sesudah pendakian. Bahkan
peraturan disini juga mewajibkan pengunjung mengisi form mengenai barang
pribadi dan list barang yang kemungkinan menghasilkan sampah & barang yang
mengandung bahan kimia.
Setelah mengurus persyaratan di
atas, kami mengawali trip ini dengan doa bersama. Sebuah permohonan
kepada Allah untuk keselamatan, kegembiraan, dan kemudahan kami dalam mendaki
gunung ini. Sekitar pukul 16.00, kami memulai pendakian dengan menapaki satu
demi satu anak tangga yang disusun dari batu-batu. Pohon-pohon yang kokoh dan
rindang begitu rapat menghalangi sinar matahari yang sore itu cukup terik. Terus berjalan, terus
berjalan. Kami kerap kelelahan. Setelah berjalan
sekitar 1,5 km, tibalah kami di telaga biru. Telaga biru merupakan danau kecil
berukuran lima hektar. Di papan keterangan yang ada di dekat aliran air
diterangkan bahwa telaga biru yang warnanya bisa berubah-ubah tersebut kaya
akan nutrisi dan mineral yang berasal dari pertumbuhan organis dan batuan serta
tanah vulkanis yang terlarutkan. Dan kami memutuskan untuk break disini.
Tak lama kemudian kami meneruskan
perjalanan. Jalannya masih berupa anak tangga seperti yang ada sejak di pintu
masuk. Tapi kemudian kami harus melewati jembatan yang kondisinya agak
memprihatinkan sehingga kami harus ekstra hati-hati agar tidak terperosok.
Sekitar pukul 18.30, kami tiba di shelter dan langsung mengambil air
wudhu di aliran sungai untuk melaksanakan shalat maghrib. Di shelter terdapat penunjuk
arah yang berbentuk tanda panah yang di lengkapi keterangan: Air Panas 2,8 Km,
Puncak Gede 8,5 Km, Puncak Pangrango 10,5 Km. Dari shelter tempat kami
beristirahat sangat jelas terdengar suara gemericik air terjun cibeureum yang
tingginya kurang lebih 50 meter. Namun sayang karena sampai disana sudah malam,
akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi air terjun yang letaknya tak searah
dengan jalan menuju puncak tersebut ketika pulang saja. Selesai
shalat, kami memasak ubi bakar cilembu dan membuat coklat hangat.
Tanpa berlama-lama, setelah mengganjal perut secukupnya, kami pun
melanjutkan perjalanan dengan ritme yang mulai menurun. Udara gunung di malam
hari yang lumayan menusuk semakin memperlambat langkah kami. Hari pun mulai larut
malam dan kami memutuskan untuk ngecamp di pelataran yang cukup luas dan
mendirikan sebuah tenda. Setelah tenda berdiri, beberapa teman dan kakak
pembina kami langsung memasak sesuai menu yang telah ditentukan. Makan malam
pun telah siap. Tanpa menunggu lagi langsung saja kami sikat jatah kami
masing-masing. Tapi beberapa teman lebih memilih untuk tidur saja. Terutama si anak pacet ( kak gamal ) tertidur yang
membuat gaduh seisi tenda. Mungkin karena udara yang sangat
dingin & lelah, dia jadi malas. Setelah makan malam selesai, kami pun tidur
dengan nyenyaknya.
to be continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar