Minggu, 17 Juni 2012
Keesokan harinya, kami disambut oleh kicauan burung dan pancaran sang mentari yang
menghangatkan tubuh kami. Tak lama setelah kami bangun,
kami langsung keluar tenda untuk melihat matahari terbit ditemani pemandangan
alam di puncak Pangrango. Indah sekali memang. Sementara itu, beberapa teman
ada yang memasak untuk sarapan. Menu sarapan kami pagi itu adalah spaghetti
dengan saus sarden dan kornet diatasnya. Hhmm yummy!! Ada juga yang berfoto
dengan pendaki lain. Sarapan telah siap. Kami langsung merapat ke tenda untuk
menikmati sarapan kami kali ini.
Setelah sarapan, kami langsung menuju lembah Mandalawangi.
Letaknya sekitar 10 menit dari puncak Pangrango. Sebuah pemandangan berisi pohon-pohon edelweis yang bergerombol,
di padang rumput, berlatar bukit. Kabut tipis, suhu yang membuat kami tak
banyak bicara, pucuk-pucuk edelweis yang bicara tentang keabadian, dan akhirnya
kami hanya akan mendengar angin yang membelai lembut keheningan sekitar. Edelweis
yang seakan bicara dengan tanah dalam bahasa yang kami tidak mengerti. Ia tidak
tumbuh tinggi, tapi mampu mengajak manusia memuji Tuhan di lembah Mandalawangi,
dan menyentuh awan di puncak Gunung Pangrango. Lagi-lagi keindahannya
tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Kamipun menyempatkan diri untuk
berfoto.
Matahari telah tinggi di ufuk timur.
Setelah puas “menjelajahi” lembah Mandalawangi, kami kembali ke camp di puncak.
Kami speechless. Kami duduk sebentar, menikmati kabut, pohon
cantigi, dan gerombolan edelweis. Kami mendekat ke bibir jurang untuk melihat
mereka. Cantigi, yang hanya tumbuh di
puncak-puncak gunung, dan satu lagi yang kami nanti nantikan yaitu, edelweis. Setelah
itu kami diajak turun sedikit. Kami mencoba semacam buah berry. Yang ternyata
kami ketahui buah itu bernama arbey. Rasanya memang seperti buah berry pada
umumnya. Tapi buah ini menyajikan sensasi tersendiri karena arbey hanya hidup
di gunung. Dan biasanya disebut makanan gunung. Lumayan lah untuk cemilan kami
di pagi hari.
Setelah puas menikmati pemandangan di
puncak Pangrango, kamipun bergegas untuk membereskan tenda dan packing. Sekitar
pukul 08.00, kami memutuskan untuk segera turun gunung. Perjalanan
turun melelahkan, amat melelahkan. Dengkul kami juga kena. Kaki sudah letih. Kami
lanjut turun dan akhirnya sampai juga di kandang badak sekitar pukul 11.30.
Dan kami memutuskan untuk beristirahat. Berhenti untuk sekedar mengganjal perut
dan memasak air minum untuk perbekalan kami hingga kaki gunung.
Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan
sampai pada akhirnya kami mampir di air terjun cibeureum. Kami bergegas
menyusuri jalan menuju air terjun tersebut. Tapi, kakak pembina kami, Amel, dan
Nadiah lebih memilih tinggal di shelter sembari menjaga tas kami. Setelah puas
bermain-main di air terjun, kami melanjutkan perjalanan kami menuju pos. Di tengah
perjalanan, kami mampir ke telaga biru untuk sekedar packing ulang dan
berfoto-foto.
Langit mulai gelap dan pastinya hari mulai
malam. Kamipun melanjutkan perjalanan. Mendengar obrolan pendaki lain bahwa pos
pertama hanya sekitar 16 hm lagi, semangat kamipun membara. Dengan tenaga yang
tersisa, kami terus menuruni kaki gunung. Tepat pukul 18.00 kamipun sampai di
pos pertama. Sambil menunggu beberapa teman & kakak pembina, kamipun
beristirahat. Setelah semuanya telah sampai di tempat, kami langsung
menyerahkan form mengenai barang pribadi dan list barang yang kemungkinan
menghasilkan sampah & barang yang mengandung bahan kimia.
Sesudah itu kamipun segera menuju masjid
yang ada di lingkungan gedung information centre. Disana kami shalat dan
menyempatkan diri untuk beristirahat. Ada yang ganti pakaian, ada yang
pijet-pijetan, ada yang jalan-jalan, ada yang... hhmm banyak deh pokoknya. Oiya,
ada kejadian yang bikin kami panik. Ternyata handycam Pandini hilang, kami
tidak tahu bagaimana alur kejadiannya. Tapi saat itu juga Pandini, ditemani
Ummay dan Ghiffari segera mencari handycam tersebut. Sementara yang lain lebih
memilih tinggal di masjid. Beberapa menit kemudian, mereka datang dengan
membawa handycam yang diduga hilang sebelumnya. Ternyata, handycam tersebut
tertinggal di dekat pos yang kita tempati untuk istirahat sebelumnya.
Sekitar pukul 19.30 kamipun segera
meninggalkan TNGGP. Setelah itu, kami mampir ke warung makan untuk mengisi
perut kami. Lalu kami lanjut pulang dengan menaiki angkot kuning sampai tempat
pemberhentian bis. Turun dari angkot, kamipun segera menunggu bis. Cukup lama
kami menunggu, akhirnya ada juga bis yang lewat. Hari sudah malam, beruntung
kami dapat tempat duduk. Di dalam bis, kami tertidur pulas sampai-sampai tidak
sadar kalau kami sudah berada di terminal kampung rambutan.
Kami masih tidak percaya, dua malam kami
menginap di Pangrango. Kami kembali teringat suara angin mendesir, hanya nafas
yang menunjukkan bahwa kami ada di sana.
-THE END-